Senin, 23 Februari 2015

Dibalik Keanggunan dan Cadar Fatihah


Wanita dengan sosok bercadar berlari ketakutan dalam rintikan hujan sampai ia tak sadarkan diri dan terjatuh tepat di depan gerbang pesantren. Udara sangat dingin ditambah hari yang mendung menambah kegigilan semua orang. Begitu yang dirasakan olehku, seorang putra kiyai H. Yusuf, di kehidupan pesantren dan di lingkungan santriwan-santriwati. Di rumahku yang disebut pesantren tampak ayahku H. Yusuf sedang menghangatkan tubuhnya di perapian, ia memanggilku ketika aku lewat.
 “Alif…” terdengar abi memanggilku. “….ikutlah menghangatkan tubuhmu, di luar udara sangat dingin.” Lanjutnya.
 “Iya, Bi.” Aku terdiam memandangi wajah abi yang mulai keriput, tampak guratan-guratan di wajahnya yang semakin kentara.
 “Kenapa? sepertinya kau ada Kandala, benarkah?”
 “Tidak Bi, Alif tidak ada Kandala apapun.” Jawabku berusaha menutupi, aku bingung harus bicara apa. “Abi lelah…?” lanjutku.
 “Tentu saja, kau tahu sendiri abi baru saja mengisi pengajian pahingan seperti biasanya, alhamdulillah jama’ahnya semakin bertambah.”
 “Alhamdulillah…” jawabku “tapi… abi tidak boleh terlalu kelelahan, abi harus banyak istirahat, abi kan sering kumat penyakitnya, sebaiknya serahkan saja urusan pondok dengan Abang Abdi, dia kan orang kepercayaan Abi, ilmunya juga tidak jauh beda dengan abi, hanya saja Abang Abdi belum mau naik haji.” sambungku
 “Kenapa harus Abang Abdi? kau juga bisa kan Alif?” ketus abi, aku hanya mengerutkan dahiku.
 “Ah, abi mana mungkin, Alif belum mampu!”
 “Lantas apa gunanya gelar sarjanamu itu? hanya untuk dipajang saja di dinding!” ledek abi membuatku membisu, aku tak sanggup berkata-kata lagi. Perkataan abi telah berhasil membungkam mulutku. Aku hanya menundukkan pandanganku dan berharap semoga Abi tak menanya-nanyaiku lagi. Kalau dilanjutkan aku bingung harus menjawab apa.
Lima detik telah berlalu, hujan di luar belum tampak tanda-tanda akan berhenti. Aku berusaha mengalihkan pembicaraan kami.
 “Seandainya saja Ummi masih ada, tentu ada yang merawat dan menasehati abi.”
 Abi hanya mengernyitkan dahinya seraya berkata “tidak baik berandai-andai, menyalahi takdir namanya kamu kan tahu! biarkan Ummi mu tenang disana.” jawabnya
 “Astaghfirullah…! maaf abi, Alif khilaf.”
Lima menit telah berlalu lagi. Dalam rintikan hujan yang semakin reda tiba-tiba semua santri geger karena menemukan sosok wanita bercadar yang tergolek tak sadarkan diri di gerbang pondok. Wanita tersebut segera diangkat ke Asrama putri.
 “Siapa abdi?” tanya abi pada abang Abdi yang tampak panik.
 “Saya juga tidak tahu Kiayi, abang Fakhri sama anak-anak putra yang menemukan wanita itu di depan gerbang sudah tidak sadarkan diri.”
Abi sangat penasaran, beliau dan abang Abdi ke Asrama Putri, mereka ingin tahu siapa wanita tersebut, sementara santri-santri lain pun geger dibuatnya. Sementara Aku, Abang Fakhri dan lainya hanya menunggu di dalam juga dengan rasa penasaran, kami bukanlah orang-orang yang berhak ke Asrama Putri semaunya. Kami sabar saja menunggu di pesantren, sementara abang Fakhri dan santri lainya kembali ke asrama karena sebentar lagi adzan maghrib akan segera dikumandangkan.
Setelah sholat maghrib wanita bercadar itu siuman dan langsung dibawa ke pesantren, kali ini aku dapat melihatnya secara langsung. Di ruang keluarga aku dan Abi langsung menemui wanita itu yang mengaku bernama Fatihah. Setelah selesai makan, Fatihah yang kelelahan mulai bicara.
 “Namaku Fatihah Altafunnisa, kenapa aku bisa sampai sini karena aku dikejar-kejar oleh orang yang hendak menculik dan berniat jahat padaku. Saya yatim piatu, saya tidak memiliki keluarga maupun saudara, saya hanya seorang wanita musyafir maafkan saya karena telah meerepotkan kalian semua, saya harus segera pergi dari sini walau tak tahu harus pergi kemana?” ujar wanita bercadar itu dengan penuh keprihatinan, wanita berjilbab, wajah yang tetutup cadar hanya bola matanya yang hitam yang bisa kupandang, benar-benar wanita muslimah yang anggun, Ahh… aku tersadar dari lamunanku saat abi menyuruhku menyiapkan kamar untuk gadis itu.
 “Siapkanlah kamar untuknya, untuk sementara Fatihah tinggal di pesantren karena dia pasti butuh ketenangan.” perintah abi padaku.
Abi kembali berbincang-bincang dengan gadis itu ditemani Abang Abdi dan Ana sebagai santriwati senior di pesantren, sementara aku beres-beres kamar yang akan ditempati wanita yang bernama Fatihah itu. Sambil menyiapkan selimut, bantal tiba-tiba aku terbayang wanita bercadar itu. Dalam benakku “Fatihah Altafunnisa, nama yang bagus, pasti sebagus parasnya juga akhlaknya, anggunya… berapa ratus santriwati disini tapi… baru kali ini aku melihat sosok wanita muslimah yang benar-benar anggun! Astaghfirullah!” aku tersadar betapa aku telah berfikir yang tidak-tidak tentang wanita itu, aku kembali ke ruang keluarga.
 “Abi, kamarnya sudah siap.”
 Abi langsung menyuruh wanita itu untuk istirahat di kamar. “Istirahatlah di kamar ditemani Ana, sementara tinggalah di Pesantren ini jadilah santri disini jika ada apa-apa jangan sungkan-sungkan pada kami. “  tutur abi penuh perhatian, betapa ia tidak tega melihat perempuan musyafir itu yang hidup sendiri sebatang kara. Ana segera membawanya ke kamar. Aku, Abi dan abang Abdi siap-siap untuk sholat Isya di Musholah.
“Apakah tidak apa-apa jika wanita itu disini?” tanya Abang Abdi membuka pembicaraan sambil berjalan menuju mushola.
 “Memangnya kenapa?” balik tanya Abi
 “Ya, kita kan enggak kenal kiayi!”
 “ terus mentang-mentang nggak kenal lantas kita membiarkanya begitu saja, sementara dia sedang susah dan butuh pertolongan, apalagi dia seorang musyafir muslimah, sudah sepatutnya kita menolong, Abdi! kamu kan tahu!”
 “Iya sih Kiayi.”
 Mereka mulai berwudhu, sementara aku diam saja pada tempat ini. Aku tidak ingin terlalu ingin ikut campur karena apapun keputusan Abi, itu pasti mungkin yang terbaik. Kami siap-siap sholat berjama’ah.
Pagi harinya setelah sholat subuh seperti biasanya warga pesantren langsung melaksanakan aktivitas-aktivitas hariannya, begitu pula Aku mengajar di kelas santri putra untuk mengajar diniyah ba’da subuh seperti biasanya. Sementara Fatihah, wanita bercadar itu terlelap dalam tidurnya bahkan ia telah melewatkan sholat subuh sampai si Raja siang muncul. Jam 07.00 pagi aku dan Abi sarapan pagi.
 “Abang Abdi kemana Bi?” tanyaku
 “Abdi kan hendak ke Yogyakarta, salah satu keluarganya ada yang hajat.”
 “Oh… pagi-pagi sekali.”
 “Biarlah, sudah lama dia tidak pulang kampung.”
 “Iya juga sih.”
 Sambung Abi. “Oh ya, hari ini Abi ada undangan di Pesantren Pak Burhan, jadi kamu di pesantren saja jangan kemana-mana, siapa tahu nanti ada tamu, Abang Abdi kan tidak ada.”
 “InsyaAllah Bi.”
Suasana pesantren yang sepi semua orang di Pesantren larut dalam aktivitasnya masing-masing, hanya aku dan wanita bercadar itu saja yang tidak kemana-mana, ku lihat wanita itu sudah bangun dari tidurnya menuju dapur.
 “Maaf, kalau hendak sarapan sudah disediakan di meja makan, silahkan…” sapaku dengan lembut.
 “Terima kasih.” suaranya yang lembut mulai berucap. Aku terkesima melihat keanggunanya, dibalik cadarnya pasti tersimpan wajah yang anggun. Ia pun tersenyum dibalik cadarnya. Oh, inikah yang namanya Cinta? Cinta memang hadir dalam begitu banyak wajah, seribu atau bahkan ribuan wajah cinta telah menyapaku ketika aku mengundangnya untuk meKandauki kehidupanku. Ah…! aku benar-benar telah tenggelam di dalam alur kehidupan cinta, bukan alasan yang tepat bagiku untuk mengabaikan cinta. Apakah di hadapanku adalah cintaku?.
 “Hey..! anda melamun? saya belum mengenalmu.” ia membuyarkan lamunanku.
 “Oh ya, tentu! namaku Alif, senang berkenalan denganmu.”
 “Nama yang bagus, sesuai dengan ketampananmu.”
 Aneh, gadis muslimah itu benar-benar berbeda dari wanita-wanita muslimah lainnya. Sapaan dan kata-katanya seakaan-akan begitu menggoda. Mungkin ini hanya perasaanku saja, karena terkubur dalam lamunan cinta. Segera aku keluar dari pesantren, tapi aku tidak bisa membohongi hatiku, aku benar-benar jatuh cinta padanya rasa ini timbul dengan sendirinya, tentu aku harus menyapanya dengan pikiran sehatku.
Beberapa hari telah berlalu bahkan rasa sukaku kepada Fatihah telah diketahui oleh Abi.
 “Kalau kau memang tertarik padanya, jadikanlah ia istri mu. Abi rasa sudah sepantasnya kau menikah.” ujar abi mendukung.
 “Tapi… Wali nya?”
 “Kalau wali nasab tidak ada kan Kandaih ada wali hakim.”
 Aku tersenyum, betapa semanagatnya aku untuk menghitbah Fatihah, gadis bercadar itu.
 “Jadikanlah dia menjadi bagian dari keluarga pesantren ini.”
 “InsyaAllah, Bi.”
Tapi ternyata keanggunan paras Fatihah tak seanggun hatinya. Niat baikku ini disalahgunaan oleh Fatihah, ia akan memanfaatkan kekayaan orang tuaku, kami akan benar-benar di kelabui oleh pikiran licik wanita bercadar itu. Kami saat ini benar-benar bodoh karena telah percaya begitu saja. Karena ternyata Fatihah bukanlah wanita baik-baik, tidaklah seperti yang kami kira. Ia berhasil menipu kami semua sampai aku menikahinya. Sampai akhirnya aku menghitbah Fatihah dan kami sah sebagai suami istri.
Pesan Abi padanya. “Fatihah, jadilah istri yang Fakhriah jangan sekali-kali kamu meninggalkan suamimu, berikan kebahagiaan dan rawatlah suamimu serta anak-anakmu kelak.”
 Abi berharap Fatihah bisa menjadi istri yang baik dan bisa membahagiakan ku, itu sudah menjadi harapan setiap orang tua, terutama aku adalah anak satu-satunya Abi. Aku meneteskan air mata, sementara Fatihah yang licik kini telah menjadi istriku di otaknya telah tersusun rapih rencana-rencana licik yang akan menjatuhkanku dan keluargaku. Tapi apa mau dikata kami tak pernah tahu akan sifat busuknya itu, yang kami tahu Fatihah adalah sosok wanita baik-baik apalagi ia berkerudung terlebih bercadar pula tak pernah terpikirkan dibenakku akan kejahatannya. Hati Fatihah berkata. “Aku benar-benar hebat! aku telah berhasil mengelabui Alif dan Kiayi itu! dasar bodoh! dengan mudahnya aku menjadi istri anak kiayi yang kaya dan terKandayhur, dengan begitu aku bisa merampas kekayaan mereka dan segera pergi dari sini, aku harus pergi keluar negri sebelum polisi mengetahui keberadaanku.” ia tersenyum pasi seraya menaikkan sebelah alis matanya.
Saat malam pertamaku ini Fatihah menolak berhubungan denganku dengan alasan ia sangat lelah dan belum siap. Dengan sabarnya aku memberi pengertian, bahkan begitu seterusnya selalu ada alasan untuk menolak ia hanya bilang. “Maaf Kanda, aku sedang berhalangan jadi Kanda bersabar ya…”. Aku terus sabar.
 Bahkan sudah hampir satu bulan pernikahan kami, tapi sampai saat ini aku belum pernah menafkahi batinku layaknya suami-suami pada umumnya. Di benakku mulai muncul kecurigaan, bahkan aneh tapi aku selalu berhasil dikelabuinya. Di belaabangku ia senyum sisnis, hatinya tertawa-tawa karena telah berhasil mengelabuiku. Di tengah malam dikala semua warga pesantren telah lelap dalam tidurnya, dengan beraninya Fatihah wanita bercadar itu masuk ke dalam kamar Abi, ia mengambil semua perhiasaan peninggalan Ummi. Abi tidur dengan pulasnya sehingga tak menyadari perhiasan-perhiasan almarhummah istrinya telah lenyap, Fatihah lah pelakunya.
Sebelum subuhan abi menyempatkan menyaksikan berita di televisi, berita itu mengabarkan adanya buronan polisi seorang wanita yang bernama Finda, wanita berkedok musyafir muslimah yang saat ini menyamar sebagai wanita berjilbab dan bercadar yang kabur dari tahanan setelah dua minggu ditahan dengan kasus pembunuhan dua orang lelaki, bukan hanya itu saja tetapi juga sebagai PSK kelas atas sekalligus pengedar narkoba. Abi terkejut saat mendengarnya jantungnya terasa berhenti mendengarkan penuturan pembawa berita di tv itu yang menampilkan foto Fatihah alias Finda yang menjadi buronan polisi, abi benar-benar syok karena ia memiliki menantu seorang buronan.
 Pada saat yang sama ternyata Fatihah mendapati Abi tengah menyaksikan berita tentangnya. “Gawat! Kiayi ini telah tahu siapa aku sebenarnya!!” pikirnya ceKanda dalam hati.
 Tapi abi tenang-tenang saja tak tampak ada kebencian ketika melihat Fatihah. Karena ia sadar wanita bercadar bukanlah hanya Fatihah saja, mungkin hanya kebetulan saja wajahnya hampir serupa. Tapi Fatihah yang takut dan panik segera bertindak, dengan manisnya Fatihah menyuguhi Kiayi segelas minuman teh yang sudah ia campurkan racun mematikan. Benar-benar perempuan licik.
 “Abi, alangkah enaknya nonton televisi sambil ditemani teh hangat, di minum Bi.” ia menyuguhi sambil tersenyum pasi.
 “Iya terima kasih, suamimu belum bangun tumben-tumbenan biasanya selalu bangun lebih awal.” ujar Abi sambil meneguk teh hangat yang beracun itu. Fatihah memandang dengan penuh kebencian, tertawa dalam hati karena sebentar lagi maut menjemput sang Kiayi.
Azan subuh berkumandang, seperti biasanya kami tak pernah telat untuk sholat berjamaah, terKandauk aku walaupun pagi ini aku bangun sedikit telat, mungkin karena terlalu lelah, sehingga tidurku lelap sekali. Kami berjamaah bersama para santri, tapi kali ini tumben untuk abang Abdi yang sedang minum kopi panas, ia tampaknya sedang malas berjamaah, entah setan apa yang telah mempengaruhnya. Abi tak pernah telat untuk mengimami jamaah subuh, aku juga sedikit aneh karena Abi terlihat begitu pucat. Jamaah subuh pun berlangsung. Setelah usai salam yang pertama Abi langsung tergolek leKanda, dari mulutnya keluar banyak busa kental. Seisi mushola benar-benar terkejut dan panik terlebih aku. Aku menangis tatkala Abi menghembuskan nafasnya yang terakhir. “Prangg!!!” cangkir kopi abang Abdi pun jatuh pecah ke lantai, benar-benar firasat buruk.
 Ku genggam tangan Abi yang dingin dan kaku. Urat nadinya tak berdenyut lagi.
 Ya Allah! apakah malaikat maut telah membawa Abi pergi tanpa sepengetahuanku! Seisi pesantren pun ikut geger atas kepergian Kiayi mereka. Kini telah kusaksikan Abi yang telah disambut oleh maut. Semua orang yang menyaksikan mencucurkan air mata. Ya, air mata kesedihan.
Pagi hari yang kelam bendera kuning telah berkibar dalam kebisuan. Angin sepoi pagi melangkah dalam penderitaan dan kedukaan. Langit pun menurunkan hujan turut berduka cita atas belas kesedihanya. Roh nya mengucapkan selamat tinggal pada dunia, ia menghela nafas penghabisan. Apakah aku patut menyalahkan maut! karena ketidakadilannya padaku. Tapi inilah takdir, Abi akan menemui Ummi di surga Firdaus.
Pagi ini almarhum Kiayi akan segera dimandikan, dikafani, disholati dan segera dikebumikan, tentu dengan meninggalkan banyak kenangan di Pesantrennya yang sudah lama di pimpinnya bahkan menjadi salah satu Pesantren termahsyur. Kini pesantren berduka, pesantren benar-benar berkabung atas kepergian tuan mereka.
Seminggu sudah kepergian Abi, kini hanya aku dan Abang Abdi yang memimpin Pesantren aku berharap pesantren Abi ini akan selalu berdiri kokoh bersama ratusan santri yang mengabdi demi menimba ilmu yang barokah. Segala acara abang Abdi dan abang Fakhri yang mengatur, aku juga mengisi beberapa acara pengajian menggantikan Abi. Walau bagaimanapun aku adalah penerus Kiayi yang akan meneruskan perjuangan beliau di pesantren. Semoga Allah merestuinya InsyaAllah…
Ahad pahing kali ini aku yang mengisi ceramah ini untuk yang pertama kalinya. Dengan sengaja Fatihah mendengarkan dari samping luar mushalah. Matanya mulai berkaca-kaca dan akhirnya meneteskan air mata kesedihan, jujur baru kali ini ia menangis. Hatinya seakan-akan luluh ada perasaan yang berbeda terhadapku. Ia melirikku, apakah ia mulai menyukaiku? Aku memberi kesempatan melirik kepadanya dengan senyum sapa.
 “Aku telah menemukan cintaku.” gumam Fatihah dalam hati. Ia merasa beribu-ribu bersalah padaku dan keluargaku.
 “Aku harus pergi! aku tidak boleh disini ini bukan tempatku! ini bukan duniaku.” Dengan mengenda-ngendap dari belakang asrama putra karena lebih dekat dengan jalan besar, ia berusaha keluar dari lingkungan pesantren. Dalam keadaan was-was, tiba-tiba abang Fakhri mengagetkanya.
 “Neng Fatihah? sedang apa disini?”
 Fatihah benar-benar kaget dan berteriak kecil.
 “Apa-apaan sih kamu mengagetkan saya!” bentaknya
 “Maafkan saya Neng, saya Cuma heran saja kenapa Neng Fatihah bisa ada disini.”
 “Ahh… itu… itu… aku… aku..” jawabnya terbata-bata. “Aku sedang mencari Kanda Alif!”
 “Loh, kan abang Alif sedang mengisi pengajian di mushola.”
 “Oh iya, aku lupa ya sudah! saya ke mushola sekaran, permisi!” jawabnya ketus. Aneh tingkahnya benar-benar mencurigakan. Abang Fakhri kembali ke Asramanya.
“Mir, tadi aku bertemu Neng Fatihah gerak geriknya sangat mencurigakan.” Bisik abang Fakhri pada Ahmad
 “Abang Fakhri tidak boleh suudzon, dia kan juga pemilik pesantren ini jadi bebas mau ngapa-ngapain…”
 Bola mata abang Fakhri benar-benar dalam dan hitam, ia telah merasakan keanehan pada Fatihah. Segera ia tepis pikiran-pikiran buruknya jauh-jauh.
Malam ini aku sangat lelah seharian ini aku sibuk dalam acara pengajian pahingan, mungkin inilah yang dirasakan Abi dulu. Fatihah yang Kandaih disini karena gagal untuk kabur tadi siang, ia menghampiriku.
 “Kanda Alif lelah…?” sapanya dengan lembut.
 “Ya, tentu saja sepertinya badanku pegal-pegal semua.” jawabku menggeliat.
 Fatihah sebenarnya ingin berterus terang kepadaku dan keluarga pesantren yang lain, tapi ia takut aku kaget dan pikirnya mungkin aku bisa membunuhnya karena murka atas kejahatannya. Semenjak kepergian Abi akibat ulahnya, ia dihantui rasa bersalah sudah banyak korban yang jatuh karena kebiadabanya. Fatihah memandangku dengan keringat dingin bercucuran. Di luar mulai rintik-rintik hujan sejak sore tadi memang langit terlihat mendung, beberapa hari ini memang sering hujan, padahal belum waktunya musim penghujan. Baru saja Fatihah akan mengatakan sesuatu, tiba-tiba kami kedatangan tamu yang tak di duga-duga. Tiga orang polisi berseragam dua laki-laki dan satu perempuan. Kami kaget terlebih aku, pikirku ada apa ini? kenapa kami berurusan dengan polisi. Kami segera keluar Aku, Abang Abdi dan beberapa Ustadz menghampiri di ruang tamu pesantren. Sementara Fatihah menguping dari dalam kamar dalam keadaan ketakutan dan gemetar tubuhnya basah kuyup bagai mandi. “Tamatlah riwayatku…” pikirnya
 “Permisi, sebelumnya kami mohon maaf mengganggu aktivitas anda, kami dari pihak kepolisian mendapat kabar kalau buronan kami telah lari dan dikabarkan bersembunyi di lingkungan pesantren. Kami akan mendata santriwati disini sekaligus mengintrogasi beberapanya, di mohon izinnya.” Kata salah satu polisi itu.
 “Iya pak, kami persilahkan.” jawabku dengan abang Abdi
 Sementara itu semua santriwati geger dan panik, padahal mereka tak mungkin dinyatakan bersalah. Fatihah sendirian di kamar dalam kebimbangan dan ketakutan bercampur rasa bersalah. “Bagaimanakah nasibku…?” lirihnya gemetar.
Introgasi selesai tidak tampak ada kecurigakan. Para polisi itupun berpamit pada kami. Fatihah seedikit lega pernapasanya mulai berfungsi lagi. Aku menghampirinya di kamar.
 “Fatihah, kau sangat pucat sakit kah?”
 “Tidak Kanda, aku tidak apa-apa.”
 “Ya sudah, sebaikya kita segera tidur, hari sudah malam nanti kita bangun lalu mujahadah bersama, akhir-akhir ini Kanda merasakan akan datangnya sebuah Kandaalah. Kita harus lebih banyak mendekatkan diri pada Yang Maha Kuasa.”
 Fatihah menangis, di kamar hanya aku dan istriku ini kubuka cadarnya dan ku hapus air mata yang membasahi pipinya, entah apa yang membuatnya menangis.
 “Kenapa kau menangis?”
 Allah telah membuka pintu hatinya untuk bisa mencintaiku dengan setulus hati bukan karena harta belaka.
 “Jangan ceraikan aku Kanda… apapun yang terjadi…”
 “Apa maksudmu…?” Tanyaku heran.
 Fatihah tak kuasa menahan tangis, ia pandangi wajahku yang tengah menatapnya heran. Ia sadar selama ini ia hidup bersama orang yang perhatian dan mencintainya dengan tulus. Aku hanya mengira mungkin ia hanya merasa bersalah karena sampai saat ini belum memberikan nafaqoh batinnya.
 “Aku tak pernah punya pikiran untuk menceraikanmu, aku sangat mencintaimu apa adanya…” Jawabku
 Ketika baru saja akan kucium keningnya, di luar ribut kembali dengan suara kegaduhan, bukan karena hujan melainkan datangnya kembali para polisi kali ini bukan tiga orang polisi tapi beberapa mobil polisi mengepung dari luar pesantren.
 “Apa yang terjadi?”
 Pintu kamarku segera digedor-gedor dengan kasarnya. Setelah pintu terbuka polisi langsung menangkap Fatihah dengan kasarnya tanpa perasaan bahwa dia istriku, bukan binatang. Kami mulai ribut karena kemarahanku atas ketidaksopanan mereka, aku juga tidak tahu apa perKandaalahannya.
 “Alif! Istrimu ini adalah buronan polisi yang lari dari tahanan lalu dia lari kepesantren ini, aku telah membaca berita-berita tentangnya juga laporan polisi beserta foto-foto yang beredar, dia menyamar sebagai wanita musyafir dan berkedok sebagai muslimah! dia wanita biadab! dia Finda yang menyamar sebagai Fatihah Altafunnisa!”.Jantungku terasa berhenti berdetak, penuturan Abang Abdi benar-benar mengagetkanku. Ternyata ia yang melaporkan pada polisi. Setelah mengetahui kejahatan Fatihah dan abang Abdi segera menghubungi polisi. Kini terungkap semua tabir kejahatan Fatihah alias Finda. Fatihah segera diseret keluar dengan jeritan histeris.
 “Kanda. Maafkan aku…!”
 “Aku tidak menyangka kau…!” aku benar-benar syok.
 “Berikan aku kesempatan tuk bicara….!” polisi merenggangkan pegangannya memberi kesempatanya untuk bicara.
 “Maafkan aku Kanda, aku telah menghianatimu, aku memang jahat selama ini aku telah menghianati kalian semua!” di hadapan kami dan seluruh santri, Fatihah yang nama aslinya adalah Finda menjelaskan semuanya. “Aku memang seorang buronan, aku lari dari tahanan setelah dua minggu ditahan dengan banyak kasus, aku telah membunuh dua orang lelaki yang telah meniduriku tanpa meninggalkanku sepeser uang pun. Aku adalah wanita penghibur di hotel ternama! aku seorang pelacur Kanda! aku juga pemakai narkoba. Aku telah terjangkit Virus HIV, makanya aku selalu menolak pabila Kanda mengajakku berhubungan. Kau terlalu mulia Kanda, kau terlalu suci untuk tertular virus jahannam ini, aku tidak mau menyakiti lebih banyak orang lagi! walau bagaimanapun aku telah menaruh cinta padamu.”
 Badanku gemetar, otakku terasa akan pecah. Aku benar-benar syok, ku jambaki rambutku. Astaghfirullahh… aku benar-benar tak menyangka akan menikahi wanita penzina dan pembunuh seperti dirinya pikiranku telah kacau.
 “Kau manusia atau hewan!” bentakku keras di hadapannya
 “Aku akui aku memang wanita bajingan Kanda, aku juga yang telah meracuni abimu sampai meninggal, karena dia telah tahu siapa aku sebenarnya, aku pula yang telah mengambil perhiasan Ibu mu!”
 Kemarahanku semakin meledak, tanganku sampai melayang di wajahnya, kalau bukan karena dihalang oleh abang Abdi mungkin sudah kubunuh wanita bajingan itu. Aku hilang kendali.
 “Biarkan aku mematahkan batang lehernya!!!” abang Abdi merangkulku. “Jangan Abang! istigfar abang.. istigfar.!”. Saat itu pula Fatihah lepas dari genggaman polisi, Ia lari dari halaman pesantren lari ke arah jalan raya, semua polisi segera bertindak. Beberapa santri ikut mengejarnya. Di malam yang hujan ini benar-benar malam yang penuh dengan kemarahan. Peristiwa ini benar-benar bagai petir yang menghujamku.
Fatihah wanita bercadar itu terus berlari. Di buka jilbab yang selama ini menutupi auratnya sampai ia hilang kontrol, ia tak menyadari telah melaju cepat mobil berwarna hitam. “Tiiiiiitttttt!!!” kerasnya suara klakson mobil itu tak memberi kesempatan Fatihah untuk menghindar. Tubuhnya di hantam mobil itu, terdengar suara jeritan Fatihah teriakannya memecah keramaian suara gemuruh hujan. Darah membanjiri tubuhnya yang tak lain adalah Finda.
Selang beberapa hari Fatihah lepas dari Keadaan kritis dan berhasil diselamatkan, bahkan saat ia siuman aku berada di sampingnya. Walau bagaimanapun ia  istriku.
 “Kanda…”
 “Kamu jangan banyak bergerak, kamu masih sangat lemah.” tuturku penuh kasih sayang, aku tak larut dalam kebencianku.
 “Maafkan aku Kanda, aku telah menghianati cinta sucimu.”
 “Sudahlah bukan saatnya membahas itu, aku mencintaimu dan membutuhkanmu di sampingku dengan kesejatian dan kebahagiaan hidup, bukan dengan kepalsuan yang terus menerus menyeretku dalam kesemuan semata.”
 “Ceraikan aku Kanda, aku terlalu kotor untukmu, carilah pendamping hidup yang lebih suci dariku aku tidak pantas untukmu.”
 “Tapi…!”
 “Aku mohon, aku tak ingin menambah kesalahanku untuk yang kesekian kalinya.” ia memohon hal yang berat bagiku.
 “Baiklah jika itu maumu…”
 “Aku akan ditahan seumur hidup, aku tidak akan membiarkan Kanda menantiku. Tapi sebelumnya aku ingin meminta maaf pada keluarga pesantren, karena aku telah mencoreng nama baik pondok terutama pada kalian semua.”
Maka esok harinya Fatihah bersama polisi datang ke Pesantren untuk menyampaikan permohonan maafnya pada warga pesantren terutama padaku.
 “Maafkan aku Kanda, ceraikanlah aku…” tuturnya dihadapanku dengan berlinang air mata.
 Aku meneteskan air mata. “Baiklah, aku ceraikan kamu setelah kamu keluar dari lingkungan pesantren ini maka jatuhlah Talakku padamu…”
Polisi segera membawanya  kedalam mobil dan lambat laun meninggalkan kehidupan pesantren. Aku menatapnya dari jauh, abang Abdi menepuk pundakku dan seraya berkata. “Yang sabar abang…”
 Aku pasrah pada yang Kuasa, aku berdo’a sambil menggigit kenanganku yang pahit. Dadaku sesak aku tak bisa menangis.

Beberapa bulan kemudian lewat kabar berita aku mendengar kematian Fatihah. Mayatnya ditemukan di kamar mandi tahanan dengan beberapa tikaman di tubuhnya. Bau mayat tercium, aku juga kaget mendengarkan kematian mantan istriku itu tewas dengan mengenaskan. Betapa perkasanya maut, betapa bangganya malaikat membawanya pergi.

Kamis, 03 Oktober 2013

Lelapku


ketika mata mulai terpejam
pandangan akan dunia
hilang sejenak
jiwa raga memberi ketenangan
kehangatan di bawah kain tebal
  menyatu dengan alam bawah sadar
  terbayang kesenangan masa depan
  berjalan menyusuri air mengalir
  diapit oleh bunga bermekaran
cahaya terang
menyipitkan mata
tersadar akan dunia
fana ini
bangkit tanpa beban
namun....
pandangan akan dunia
kembali

Selasa, 03 September 2013

love what do you

jika goresan tinta bisu ini tak mampu mengeluarkan sebuah kata puitis yang indah dan menyentuh hati.
Ketika kertas putih ini tak mampu memberikan bayangan untuk masa depanmu, dan hanya mampu menjadi sebidang benda datar namun member kesan tak terlupkan.
Namun kupercaya. . .
Bahwa sebuah ungkapan yang lahir dari hati, akan mampu memberikan sejut makna dalam jiwa. .
Percayalah . . . apa yang engkau impikan suatu saat akan menjadi nyata. . .
Ketika kamu tak pernah menyerah, berusaha, dan terus  mencoba yakinah impian itu akan datang menghampiri mu. . .
Tersenyumlah . . .
Mskipun kau di rundung masalah dan meneteskan air mata. . .karena senyuman terkadang datang setelah air mata membasahi pipi mu . . . .
Dirimu kuat . . .tegar . . .dan misterius. . .
Namun itulah karakter yang ada dalam dirimu. . .jangan pernah mengubahnya, KARENA jika kau mengubah karaktermu, maka itu sama saja dengan membunuh diri mu sendiri. . . .
Hadirkan kesungguhan dan kesadaran dalam setiap langkahmu. . . .
Orang lain diciptakan begitupun diri mu!!!!
Orang lain mendapatkan kaupu bisa !!!!!
Ketika yang lain melangkah, kamu pun punya kaki !!!!
Jika orang lain berusaha untuk menggapai, kamu punya tangan yang bisa kamu ulurkan !!!!
Hidup itu ibarat air sungai . . .ia harus berusaha keluar dari gelapnya mata air dalam tanah. . .setelah ia keluar mengalir intangan maih menghadang, ia harus melewati air terjun yang menghempaskannya, melewati lembah yang menghimpitnya, terkena lemparan sampah dan kotoran dari manusia, dan bercampur dengan air asin di muara. . . .
Namun ia akan menemukan lautan luas yang akan memberikan dia kebebasan untuk menentukan kemana dia menuju. . . .
Itulah, kamu, aku, dia, mereka dan kita semua. . . .
Tataplah orang-orang dan pemandangan yang ada disekitarmu. .  . maka engkau akan menemukan jawaban sesugguhnya yang engkau inginkan. . . .
                                                                              Do the best and be the best


                                                                              Love what you do 

Senin, 22 Juli 2013

Masa Lalu

MEREKA YANG ADA DIHATIKU
Kala itu beliau datang ke sekolah untuk membayar SPP ku.
Pagi yang cukup indah, di mana aku dan teman-temanku sarapan bersama-sama di tempat yang telah di tentukan. Sarapan pagi itu adalah tempe kecap, dan mie. Saat makan kami bercerita, padahal sebenarnya kita tidak boleh cerita saat makan karena ada aturannya saat makan dilarang bercerita. Salah satu temanku saat bicara dia tersedak. Setelah selesai makan aku dan teman-teman ke X-lab komputer untuk ambil laptop. Dan menuju ke kelas.
Bel pun berbunyi berarti semua putri harus turun dari asrama, saat itu juga aku, ela, dan hasnul ke kelas. Tak lama kemudian kami membaca deklarasi dan dilanjutkan dengan tadarrus. Sebelum guru masuk putra al-farabi mumbuat kelucuan dan membuat kami semua  tertawa. Hal tersebut merupakan kelucuan yang biasa terjadi  setiap paginya di kelas al-farabi. Husnul mengatakan “ egh, skefo na, tinggal sebulan bersama al-farabi!”. Hal tersbut di jawab spontan oleh resky “ kenapa mesti ungkit hal itu ? bukannya sudah dibicarakan sebelumnya untuk tidak lagi mengungkit-ungkit hal itu, karena akan membuat kenangan yang sangat bahagia!!!!” . perpisahan dan kenangan tidak bisa dipungkiri lagi untuk berpisah. Kenangan tak mungkin ada jika tanpa perpisahan, begitu pun sebaliknya. Kenangan, cinta di antara kami, sahabat, pertengkaran, keegoisan, saling berkecamuk dalam kelas al-farabi. 
Kisah yang pertama kumiliki yaitu mempunyai orang-orang yang betul-betul memiliki perhatian yang bisa dibilang di atas rata-rata. Entah kapan lagi aku menemukan seseorang yang mampu seperti mereka. Hanya mereka yang bisa menghiburku disaat aku mendapat masalah, hanya mereka yang ingin mendengarkan curahan hati ku, hanya mereka yang biasa membuatku sangat serius.  Satu orang yang pernah ku buat kecewa, salah satu guru di athirah bone, yang, tak akan kubuat dia kecewa lagi. Berbuat kesenangan yang membuat pikiran kosong tanpa mengingat satu hal pun akan membuat pelajaran berharga dalam hidupku. Entah apa lagi yang akan menjadi pelajaran berharga dalam hidupku selama ku ada di sekolah ini. Ingin ku ulang semua kisah pertama ku saat ku berada disini, karena saat itu pula aku memiliki banyak teman yang sangat dekat dengan ku. Tapi sekarang seakan-akan mereka menjauh dari ku. Aku rindu saat aku pertama di sekolah ini. Air mata berjatuhan saat mengingat hal tersebut.
“Akankah semua kembali seperti dulu?”ucap indah.
“waktu tidak akan pernah terulang! Tapi terkadang kejadian bisa saja terulang kembali tapi tidak dengan waktu dan tempat yang sama!!!”jawabku.
“Aku ingin ini semua tidak berakhir sampai disini!”tambahnya.
“Semua tak akan berakhir, semua kejadian ini akan tersimpan di memori otak kalian semua teman-teman ku!!!”jawab Riska.
Tak lama setelah percakapan itu, bel pun berbunyi tanda semua siswa harus masuk kelas, dan guru mata pelajaran pertama masuk. Ketua kelas untuk hari itu menyiapkan. Setelah menyiapkan kelas, keadaan kelas sejenak langsung menjadi sunyi, seakan tak ada lagi orang yang berada dalam kelas itu.
“kenapa semua diam?”ditha mencairkan suasana.
Keributan mulai terjadi lagi, tapi beruntung pelajaran saat itu adalah bahasa inggris. Beliau pun tidak risih dengan kributan itu, karena beliau sering mendengar keributan yang kami buat. Pelajaran pun dimulai, kami diberi tugas untuk membuat lypsinc, dalam satu kelompok ada dua orang.
“tenang dulu!”kata Sir Adhi.
Sejenak semua diam. “ sekarang diskusikan tugas ini dengan teman kelompok kalian, dan minggu depan di kumpul.”tambah Sir Adhi. Mereka pun mendiskusikannya, dan keadaan kelas kembali ribut. Ada yang duduk dekat akuarium, dan juga ada yang duduk di lantai.
Nini berkata “tetaplah tersenyum dan bercanda seperti ini kawan. Aku akan mengenangnya untuk mu.!”
Mereka hanya tersenyum manis. Dan saat itu pula aku melihat senyum termanis dan senyum terikhlas mereka. Berselang beberapa menit, pelajaran pertama pun selesai. Kami kembali menyiapkan buku pelajaran selajutnya, dan membuat kelas kacau lagi. Kejadian demi kejadian terus berlalu. Pertanyaan selalu terbesit dibenakku “ kapan lagi aku mendapatkan teman-teman seperti ini?”. Saat SMP tak pernah kudapatkan teman yyang seperti sekarang. Penuh perhatian dan kasih sayang.
Saat kami berkumpul kami bercerita, tentang kehidupan kami masing-masing.
“mendengar cerita kalian, rasanya aku masih lebih beruntung dari kalian, kalau masalah dalam keluarga.”ucapku
“kalau kamu beruntung, kamu pasti pernah shalat berjamaah dengan keluargamu! Sedangkan aku tidak pernah sama sekali, kami sibuk dengan urusan kami sendiri.” Ungkap  ela.
“tapi itu yang  membuat kalian mandiri, sudah pernah menggalami hal yang sangat sulit, dan kalian mampu lewati semua itu.”jawabku.
Ke esokan harinya, tak terasa detik demi detik berlalu, menit demi menit berlalu, telah kami habiskan hanya untuk bercerita tentang diri kami masing-masing.
“TTTTTEEEEEETTTTTTTT!!!!!”bel berbunyi
Saat bel berbunyi tanda pelajaran telah selesai dan waktunya untuk istirahat pertama. Aku membereskan barang-barang yang ada di atas mejaku, begitupun ela dan hasnul. Setelah semuanya rapi aku pergi dengan mereka. Aku juga punya sahabat yang lebih akrab lagi dan sudah ku anggap seperti saudara kandungku sendiri. Dia adalah riska, asnu, dan diza. Mereka sifatnya hampir sama dengan teman sekelasku ku. Banyak kejadian yang mampu membuat ku marah karena ulah konyol mereka. Sahabat-sahabat ku ini sering membuatku merasa seperti orang yang bodoh karena lagi-lagi ulah mereka. Merusak tempat tidur yang baru selesai ku rapikan, menyembunyikan baju-bajuku saat aku ulang tahun, dan membuatku sangat dan sangat jengkel kalau dia mengejekku.
Saat berada disekolah aku lebih dekat dengan ela dan hasnul, karena mereka teman kelasku. Mereka berdua ini merupakan teman sakitku. Saat berada di asrama aku lebih dekat dengan sahabat-sahabat ku. Karena mereka selalu cerita kejadian saat mereka berada di sekolah, kejadian saat mereka di rundung kesedihan. Namun pada saat perolingan kamar, kami berempat berpisah, hanya riska dan asnu yang satu kamar. Aku dan diza juga berbeda kamar sedangkan aku sekamar dengan Ela. Dan menurutku mereka lebih dari indah.
Kembali ke kelasku, keadaannya masih sama. Saat ingin menuruni tangga bersama ela dan hasnul aku bertemu dengan ketiga sahabat ku. Jadi, kami pergi bersama-sama ke gedung sebelah untuk minum susu dan sekaligus makan snack. Kami duduk bersama dikoridor gedung sebelah.
Bel berbunyi tanda masuk kelas dan jam istirahat telah selesai. Aku, ela, dan hasnul segera bergegas menuju kelas, “ aku duluan ya, soalnya masih banyak yang ingin dikerjakan lagi.” Ungkap ku.
“iya, hati-hati dijalan yah. Perasaan ku kali ini lagi gak enak. Hehehehewkwkwk.!” Ucap diza disertai candaannya.
Saat berjalan bersama ela dan hasnul, ada pak arman yang menghadang kami dengan mobil. Dia membuat mobil yang ia kendarai maju dan mundur, sehingga kami tidak bisa lewat. Ela dan hasnul sudah meninggalkan ku. Aku terdiam sejenak saat melihat seseorang yang memakai seragam hijau tua. Aku menghiraukan pak arman dan memerhatikan orang yang di depan TU itu, dan aku melihat tas yang dibawanya, aku teringat dengan tas ayah ku.
Aku berkata“pak arman ayah ku datang. Dia ada di depan TU.”
Pak arman mengalihkan pandangannya ke depan TU dan memang betul ada orang tua murid disana. Pak arman memberiku jalan dan tak lagi memajukan dan memundurkan mobil yang ia kendarai. Ela dan hasnul masih menunggu. Aku beritahukan bahwa “Di sana ada ayah ku, aku ingin menemuinya. Jadi kalian langsung saja ke kelas, nanti capek menunggu loh.” Ucap ku. Mereka berdua mengangguk sambil tersenyum menatapku. Langka mereka meninggalkan ku di tempat itu dan aku segera menemui ayahku.
Tiba-tiba aku kepikaran dengan raporku yang belum ditanda tangani.
” minta tolong dulu tanda tangani raporku!”
“mana rapornya?” sambil mengeluarkan pena dari tasnya.
Dengan polos aku menjawab “ ada di asrama.”
“cepat ambil, ayah masih banyak urusan di kantor dinas.”ungkapnya.
Aku  dengan cepat melangkah kan kaki ku menuju asrama dan tak lupa meminta izin terlebih dahulu kepada guru yang piket. Setelah mengambilnya dalam loker, aku kembali ke depan TU, bertemu dengannya.
Sambil memegang pena “mana yang mau di tanda tangani?”
Aku mengeluarkan secarik kertas yang bertorehkan tinta hitam di atasnya dan memperlihatkan kepadanya.
“kenapa nilanya lebih rendah dari semester 1?” beliau menatap kertas itu dengan wajah sedih.
“kalau biologi memang rendah karena hasil UTSnya rendah. Terus kalau bhs. Arab, karena aku kurang paham.” Jawabku.
“kalau begitu belajarlah dengan giat! Jangan pikirka apa pun, pikir saja apa yang kamu harus  pikirkan, seperti belajarmu dll. Tidak usah pikir yang diluar.”
Aku menjawab dengan air mata yang hampir mengalir di pipi ku akibat mendengar perkataan tersebut.
“kamu mandiri, kamu pasti lebih bisa lagi dari pada temanmu yang beasiswa!!”lanjutnya disertai motivasi.
Luapan air mata tak mampu terbendung lagi. Air mata ini pun menetes di pipi, dengan suara yang terisak-isak aku menjawab “ aku pasti bisa dan akan menjadi orang yang lebih baik dari mereka.”
“ayah perlu bukti disemester ini”
“baiklah” jawabku dengan singkat.
“kamu sudah lelah bersekolah sini dan ingin pindah sekolah?”beliau bertanya.
” saya masih mampu untuk bertahan, dan kalau pun saya tidak bisa bertahan akan ku coba terus-menerus hingga aku mampu bangkit lagi dan bertahan sampai 3 tahun kedepan.”ucapku.
“terima kasih nak. Ayah bangga akan kteguhan hati mu. Ayah pulang dulu!”ucapnya.
Aku mengulurkan tangan dan memintanya lagi untuk membelikanku obat. Langkah kakinya perlahan meninggalkan ku. Suara deru motor perlahan meninggalkan sekolah ku. Kembali aku dalam kesendirian tanpa orang tua. Saat aku kembali ke kelas hasnul bertanya kepada ku “ kenapa mata mu sembab?”. “Hmmmm…tidak apa-apa!” jawabku. Aku kembali duduk di bangku ku, dan alhamdulillah guru mata pelajarannya belum datang. Aku kembali merenungi perkataan ayahku, aku berrpikir kenapa aku tidak bisa menjadi seperti arisaldi yang pandai bicara depan umum dan dikenal oleh semua orang karena kecerdasannya? Kenapa aku tidak bisa jadi kak Ahmad yang sangat pintar membagi waktunya, dan sangat bisa dalam hal analisis? Sejenak terbesit dalam benakku “ kenapa aku tidak bisa jadi seperti mereka?”. Saat aku termenung sendiri, tak sadars salah satu siswa al-ghazali menginformasikan bahwa ada tugas yang ingin di kerjakan. Aku mengambil buku dan alat tulisku yang ada di dalam tas. Tak lama fikri dan ahmad membuyarkan lamunanku setelah mengambil alat tulis menulisku dengan membuat kelucuan di kelas. Aku tertawa melihat ttingkah mereka yang membuatku geli. Hasnul yang berada di dekat ku memukul ku karena tak tahan dengan kelakuan yang dibuat mereka. Hasnul kalau ketawa biasanya memukul. Jadi selama dia ada disampingku dan tertawa aku pasti menderita setengan batin.
Jam menunjukkan pukul 14.30 WITA dan bel berbunyi
“TTTTTTTEEEEEEETTTTTTTTTT”
Selesai mengganti baju aku beranjak dari tempatku berdiri dan kemudian menuju ke tempat tidur ku. Sebenarnya apa yang kurang dari diriku yang tak mampu untuk membahagiakan mereka. Usaha yang kulakukan sudah sangat di atas rata-rata, tapi kenapa seakan-akan aku tak mampu untuk melakukan semua itu. Tapi aku rasa semangat belajarku masih setengah-setengah, karena aku rasa aku belum mampu temukan cara belajarku yang mengenakkan hati ku. Aku beruntung berada disini banyak orang yang mampu menghiburku, jadi tidaklah terlalu kelihatan bahwa aku sedang dalam keadaan yang tak baik. Senyum pun biasanya hanya terpaksa, apalagi saat mengingat apa yang sudah di katakan ayahku. Malu ? jika diberi pertanyaan seperti itu aku akan menjawab sangat malu. Karena dengan usahanya yang begitu keras ayahku mampu untuk membiayai semua keperluanku. Tak tahu balasan apa yang setimpal untuk menggantikan semua yang pernah beliau lakukan untukku. Sudah banyak yang mereka janjikan kepadaku agar aku mampu lebih semangat lagi untuk belajar, tapi apalah daya ku saat ii, aku hanya mampu sampai pada kemampuan yang ku miliki sekarang. Entah itu dibawahh rata-rata, atau pun masih standar. Aku rasa tak ada lagi yang mampu ku pertahankan.
Keesokan harinya adalah pengumuman OSN tingkat Provinsi, yang lulus adalah Yusril. Aku turut bangga mendengarnya, dan aku sejenak berpikir pastilah orang tua Yusril akan sangat bangga padanya. Yusril pantas mendapatkannya, karena dia berusaha keras dan tak pantang menyerah untuk terus belajar. “TTTTEEEEEEEETTTTTTTTTTT” bel berbunyi pelajaran selesai. Aku bertemu dengan wali kelasku saat menuruni tangga. Beliau bertanya pada ku masalah pengumuman OSN tadi.
“tidakkah kau malu dengan pencapaian yang sudah dia dapatkan?”
“malu, pastilah sangat malu. Aku sudah hampir setahun disini tak ada satu pun piala atau pun piagam yang mampu kuberikan untuk sekolah ini.”ungkapku
“buktikan kau mampu dan bisa mengikuti jejak Yusril.!”serunya kembali, dan kemudian langkah kakinya perlahan meninggalkan tempat dimana ku berdiri.
Aku tepikirkan lagi dengan ucapan ayahku kemarin. kenapa aku  mesti berlarut dalam kesedihan dan keterpurukan yang tambah membuatku berpikiran yang tidak-tidak. 
Beberapa hari lagi US dimulai. Aku sibuk mencari nilai ku yang belum tuntas, dan aku beri amanah untuk mengisi kart kontrol yang sudah diberikan oleh wali kelas. Satu minggu sebeelum US aku sangat sibuk dan aku rasa tak ada lagi kesempatan untuk istirahat. Beruntung teman-teman di kelas tidak ada yang cuek akibat kesibukan masing-masing.
H-4, kelasku mengadakan forum, menegnai masalah ditha dan reski, yang seakan-akan menjauh dari kami semua. Ditha dan reski kadang ke kelas orang lain dan hanya mengerjakan hal yang tidak penting. Pagi-pagi mereka sudah teriak-teriak di kelas orang lain, putri kelas al-ghazali merasa risih dengan kehadiran mereka pagi-pagi di kelasnya. Apa mereka juga tidak tersinggug dengan perkataan siswa al-ghazali “kelas ini bukan kelas anda kan? Jadi tolong tinggalkan kelas ini.” Hal ini membuat ditha dan reski merasa terpojokkan. Karena mereka merasa tak pernah di perhatikan oleh kami, bahkan ditha dan reski pun pernah adu mulut dengan anis. “jika kalian semua tidak kembali pada keadaan awal kalian semua berada disini, akur, rukun, dan tidak ada keegoisan, maka rapor untuk semester II akan saya tahan sampai kalian benar-benar berdamai.”ungkap pak basri.
H-2 tugas ku semua sudah mulai rampung. Hanya tinggal satu tugas lagi yang wajib aku selesaikan, agar tak ada lagi yang mengganggu ku sementara US. Sore hari, aku ikut bersama bu eni, bu ayu dan sir didin ke Surya Indah. Aku ingin membelikan kado untuk adikku, yang akan 17 juni nanti. Aku membelikannya jam alarm klasik warna silver. Malamnya, aku menyelesaikan tugas ku dan mengirimnya ke e-mail guru ku. Akhirnya semuanya sudah rampung, dan besok aku akan mulai belajar dan tanggal 3 nanti aku akan bertempur dengan soal-soal yang pasti akan sangat berat untuk dikerjakan. BBBEEEEBBBBAAAAASSSSSS!!!!!!
PERTEMPURAN DI MULAI..!!!!^_^



Senin, 27 Mei 2013


mereka adalah keluargaku di sini. mereka yang selalu membuatku tertawa meski hati ii sedang marah atau pun sedang menangis. banyak hal dan banyak pengalaman yang telah kita lalui bersama, tapi sekarang hal itu tdk lagi seperti dulu...sekarang banyak masalah yang menimpa kami dan  itu membuat kami terpisah...aku ingin seperti yang dulu, aku ingin mereka yang dlu. aku ingin melihat senyuman mereka terpancar indah di wajah merekaa!!!
aku ingin mereka kembali!!

Kamis, 09 Mei 2013

deskripsi alfarabi SIA BSB

(a.adiaksa dinata )
senyum manis, cuek, lucu tapi serius, jago main basket.
(afif ikram ashari )
manis, pintar main gitar dan anak band.
(qodrat ashari )
lucu, bersifat kebapak-bapakan, punya suara yang merdu, dan anak band.
(reza andika putra )
orang emosian, manis, lucu dan jago masaah akuntansi
(arisaldi)
sang mr.glasse, alay, klo bicara depan umum ngos-ngosan, dan pintar buanget kalo msalah pel fisika.
( hasdi B )
senyum manis, alay so' ganteng.
(anis sanjaya )
menjengkekan, perkataan pedis, so..so..so..problem with that.
(ahmad suharyadi lumme)
suka abar grafity, keren, senyuman manis, imuoet buanget.
(ahmad fikri)
lucu, sehari gk adda dia, bisa-2 kls jdi boring
(ramli)
cuek, suka gambar danboo
(husnul hatimah)
cantik, pintar fisika, pake kacamata, serius
(nini mahrus bela)
pintar bicara, mata sinis
(a.rida agustin iriani)
lebay
(Nur riska)
penghpal alquran, plng gk bsa bicara depan umum
(hardianti subair)
sifat dewas kadang jg kekanak-kanakan, imut dan pintar nari
(primadita)
pintar bicara didepan umum, duna anak 2012
(indah maulidya)
pintar nari, dan jago menghapal
(Reski supriadi)
perkataan pedis, cerewet
(nur azizah pratiwi)
penghapal al-quran, pintar bicara depan umum
(afifah)
jago tilawah, penghapal al-quran
(hasnul yakin)
klo ketawa sering mukul, suka nangis klo lagi sakit
(ela dwi hardyanti)
tomboy, keras kepala, pke kacamata, jago basket, dan pinatr matematika
(a.hardiyanti tahir )
keras kepala, sering sakit kepala, jago basket.